Posted on

Mimpi
Seorang murid menemui Rabi. Dia bercerita bahwa semalam dia bermimpi bertemu dengan Tuhan Tuhan mengatakan bahwa murid ini akan menjadi rabi yang sangat berpengaruh. “Apa yang harus saya lakukan, Rabi?” tanya murid. “Berdoalah,” kata gurunya,” Supaya Tuhan menemui orang lain dalam mimpi dan menyuruh mereka agar menjadi pengikutmu.”

Kalajengking
Seorang petapa sedang bertapa di bawah pohon yang akarnya menjalar sampai ke tepi sungai. Perhatiannya mulai terusik ketika melihat kalajengking yang terjerat di ujung akar pohon. Kalau tidak bisa segera melepaskan diri, kalajengking itu bisa mati tenggelam.
Sang petapa berusaha menolong kalajengking itu, tapi setiap kali berusaha memegangnya, kalajengkin itu menyengat tangan sang petapa.
Kebetulan ada petani yang melihat kejadian itu. “Apakah Anda tidak tahu kalau itu kalajengking, dan sudah menjadi sifat alaminya kalau dia menyengat?”
Sang petapa menjawab, “Saya tahu itu, tapi sudah menjadi sifat alami saya untuk memberi pertolongan. Apakah saya harus mengubah sifat alami saya hanya karena kalajengking ini tidak mau mengubah sifat alaminya.”

Harmonika
Seorang pemuda berangkat ke Malaysia untuk sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Dia punya harapan besar bisa mendapatkan uang banyak untuk s egera menikahi tunangannya. Akan tetapi bekerja di tempat yang jauh dari teman dan kelaurga ternyata harus menahan banyak godaan. Sang pemuda menulis surat kepada pacarnya bahwa dia merasa kuatir kalau suatu saat tertarik pada wanita-wanita cantik di negeri jiran itu.
“Sejujurnya aku memang kadang tertarik pada gadis di sini, “tulisnya,”tapi aku berusaha keras untuk tetap setia kepadamu.”
Dua Minggu kemudian, pemuda itu menerima kiriman paket berisi harmonika dan surat dari tunangannya. Gadisnya menulis,”Aku mengirimkan harmonika ini supaya perhatianmu teralih dari gadis-gadis itu dengan belajar memainkannya.
Pemuda TKI itu membalas,”Terimakasih untuk kiriman harmonika. Setiap malam aku akan berlatih memainkannya sambil memikirkan kamu.”
Setelah dua tahun, pemuda itu pulang ke kampung sambil membawa sejumlah besar uang. Dia sudah tidak sabar untuk meminang pujaan hatinya. Belum genap sehari sampai di rumah, dia sudah mengunjungi rumah tunangannya sambil membawa oleh-oleh. Begitu kangennya, dia ingin segera memeluk gadis itu. Akan tetapi tunangannya menanggapi dengan dingin: “Tunggu dulu, mas. Sebelumnya aku ingin mendengar kamu bermain harmonika.”
Bits & Pieces, October 15, 1992, pp. 17-18

Alasan Telat
Seorang perwira sedang murka karena ada 9 Taruna yang terlambat apel pagi setelah mendapat cuti selama 3 hari.
“Kenapa kamu terlambat,” bentak komandan pada seorang Taruna.
“Siap, Kolonel. Saya berkunjung ke rumah pacar saya sampai lupa waktu. Akibatnya saya terlambat naik bis. Supaya tidak terlambat, saya lalu menyewa mobil. Tapi ketika hampir sampai, mobilnya mogok. Saya lalu membujuk petani yang ada di situ supaya mau menjual kudanya. Saya lalu memacu kuda itu tapi kuda itu mati karena kelelahan. Setelah itu saya berlari sepanjang sepuluh kilometer hingga sampai di sini.”
Meski sebenarnya tidak percaya, tapi perwira memutuskan tidak akan menghukum taruna itu. Akan tetapi tujuh taruna lainnya juga mengajukan alasan keterlambatan yang sama. lupa waktu, terlambat naik bis,menyewa mobil, lalu mogok, naik kuda, jalan kaki. “Mengapa kamu terlambat,” tanya Kolonel pada Taruna kesembilan.
“Siap. Saya berkunjung ke rumah pacar saya sampai lupa waktu. Akibatnya saya terlambat naik bis. Supaya tidak terlambat, saya lalu menyewa mobil….” jawab taruna itu.
“Hey, tunggu dulu!” Kolonel mulai kehilangan kesabaran, “apakah mobilnya juga mogok?”
“Tidak Kolonel,” jawab Taruna. “Mobil itu tidak mogok, tapi di tengah jalan ada banyak kuda yang mati sehingga saya kesulitan melewatinya.”

Baca Tulisan lainnya di blog Purnawan Kristanto [http://purnawan-kristanto.blogspot.com
]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *