Posted on

Howard Hendricks, seorang hamba Tuhan kenamaan di Amerika Serikat menceritakan pertobatan ayahnya, sebagai berikut:

Telepon berbunyi. Pendeta muda dari Arlington, Virginia menelepon saya.

“Sedang apa, nih?” tanyanya.

“Sedang belajar,” jawab saya.

“Apakah kamu sedang duduk?”

“Ya, kenapa?”

“Sore ini, ayahmu menerima Kristus.”

“Apa? Jangan bercanda, ah!” teriak saya.

Saya hampir tidak percaya pada ucapannya mengingat pengalaman selama bertahun-tahun dengan ayah saya. Sejak saya menerima Kristus, ketika masih anak-anak, keinginan terbesar saya adalah supaya seluruh anggota keluarga saya ikut diselamatkan. Berkali-kali saya mengajak ayah berbicara tentang Injil, tetapi tanggapannya selalu tidak antusias. Saya sebenarnya tidak begitu dekat dengan ayah saya, tapi bagaimanapun juga dialah yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang ini.

Ayah saya adalah seorang tentara. Dia telah bertempur di berbagai tempat di dunia. Setiap kali dia berangkat berperang, saya sangat mengkhawatirkan kepada kebutuhan rohaninya. Saya bersama keluarga saya selalu mendoakan dia. Namun setiap saat sikapnya selalu sama saja: “Nak, jangan mengkhawatirkan ayah. Ayah nanti akan bekerja sama dengan Tuhan”(dia merasa seolah-olah Tuhan itu bisa dimanipulasi seperti pegawai di Pentagon).

Tuhan lalu mengirimkan seseorang ke dalam hidupnya. Namanya Butch Hardman. Suatu hari, Butch sedang menunggu keberangkatan pesawat di Detroit. Seorang teman Butch menghadiahkan kaset yang isinya adalah khotbah saya. Temannya berkata pada Butch,”Pernah mendengar khotbah Hendricks? Sebaiknya kamu mendengarkan ini.”

Di dalam kaset itu saya mengatakan tentang kebutuhan rohani ayah saya. Ketika mendengarkan itu Butch teringat pada ayahnya sendiri. Sebelum ayahnya meninggal, Butch bersyukur punya kesempatan membagikan kasih Kristus kepada ayahnya.

Beberapa bulan kemudian Butch menghadiri konferensi para pendeta di Philadelphia dimana saya diundang sebagai pembicara. Dia menjabat tangan saya setelah saya berbicara. Dari sinilah menjadi awal dari sebuah peristiwa luar biasa di Arlington.

Butch kembali ke Arlington. Ketika sedang menyopiri bis gereja setelah mengantar semua penumpangnya, Butch melihat ada seorang pria yang berdiri di sudut jalan. Wajah orang itu mengingatkannya pada wajah saya (Howard Hendricks). Dia meminggirkan bis dan menghampiri pria itu.

“Maaf kalau saya salah, tapi apakah Anda ayah dari Howard Hendricks?”

Pria itu terpana,”Hmmm…ya…apakah Anda murid anak saya?”

“Tidak. Tapi dia sudah membantu saya. Apakah Anda punya waktu untuk minum kopi sebentar saja?”

Pertemuan yang diatur oleh Roh Kudus itu segera berlanjut dengan persahabatan. Tapi Butch merasakan ayah saya menjadi curiga ketika mengetahui bahwa dia berteman dengan pendeta. Untuk itu, Butch tidak segera mengundang ayah saya untuk datang ke gerejanya. Dia hanya mampir ke tempat tinggalnya sepulang dari kantor untuk minum kopi. Meskipun tidak tahan pada asap rokok ayah saya, tapi dia berusaha menyabarkan diri. Termasuk ketika harus mendengarkan pengalamannya bertempur yang seolah tak ada habis-habisnya. Lama-kelamaan Butch mengetahui bahwa ayah saya ternyata menderita kanker tenggorokan yang sudah parah.

Beberapa bulan berikutnya, Butch berada di sisi tempat tidur ayah. “Pak. Hendricks, Saya akan pergi untuk beberapa lama ke Tanah Suci di Yerusalem. Sebelum itu, bolehkah saya menceritakan sesuatu pada Anda?”

Ayah setuju. Butch mulai menceritakan percakapan antara Yesus dengan Nikodemus yang ditulis dalam kitab Yohanes. Singkat kata, ayah menerima ajakan Butch untuk menerima Kristus sebagai Juruselamatnya. Tiba-tiba ayah saya bangun dari tempat tidurnya dan berdiri dengan sempurna sambil memberi hormat. “Sekarang saya berada di bawah Komandan yang baru!” Malam itu juga Butch menelepon saya di Dallas, memberitakan kabar gembira ini.

Terakhir kali saya melihat ayah, saya hampir tidak percaya bahwa dia adalah pria yang saya kenal dulu. Meskipun tubuhnya sudah kurus kering, tetapi wajahnya bersinar mencerminkan rohnya yang menyala-nyala.

Saat ayah saya meninggal, dia berpesan supaya Butch Hardman yang memimpin upacara penguburun dengan cara kemiliteran di Arlington . Dalam khotbahnya, Butch menyampaikan Injil Yesus kepada anggota keluarga dan militer yang melayat. Saat tembakan salvo dilepaskan, saya tahu bahwa Tuhan telah mendengar doa saya selama 42 tahun.

Baca Tulisan lainnya di blog Purnawan Kristanto [http://purnawan-kristanto.blogspot.com
]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *