Posted on

Dalam sebuah acara persekutuan, saya meminta setiap orang untuk menuliskan kekurangan dirinya. Ada banyak hasil yang didapatkan dalam sekejap. Namun ketika mereka diminta untuk menuliskan kelebihan yang dimiliki, ternyata hasil yang didapat lebih sedikit.  Demikianlah, manusia cenderung mudah menemukan sisi buruk daripada sisi baik.

Yesus mengajarkan, jika kita memandang orang lain dengan kacamata hakim, maka kita akan melihat orang lain sebagai tersangka, bukan sebagai teman. Akan tetapi ketika kita mulai menaruh hormat dan memandang orang lain sebagai citra Allah, maka kita memasuki hubungan antar manusia yang hangat.

Dampak kacamata ini sangat kuat di dalam pernikahan. Dua orang yang hidup bersama dalam waktu yang lama akan mulai saling mengenal. Termasuk mengetahui sisi kekurangan dari pasangannya. Mereka mudah sekali berubah menjadi hakim bagi pasangannya.

“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Matius 7:1-2)

Yesus mengingatkan kita agar tidak mudah menghakimi orang lain. Itu bukan berarti kita harus menutup mata pada kesalahan atau kekurangan pasangan kita. Ajaran Yesus ini adalah mengajak kita supaya kita tidak puas dan berhenti saat ada orang lain berbuat salah, namun kita lalu mencari cara untuk membantunya agar hidupnya menjadi lebih baik. Sama seperti kasih dan pengampunan yang telah ditunjukkan oleh Kristus, demikian juga kita hendaknya memperlakukan pasangan kita.  [purnawan].

SMS from God: Menilai seseorang menggunakan kacamata hakim, membuat kita memandangnya sebagai terdakwa. Kristus memandang manusia sebagai citra diri Allah.