Posted on

Di galangan kapal, seorang kapten naik ke kapal yang baru saja dibuat. Sayup-sayup dia mendengar suara-suara: “Aku adalah baling-baling”, “Aku adalah lunas”, “Aku adalah papan kayu”, “Aku adalah lampu.” Masing-masing bangga dengan identitasnya.

Ketika kapal itu mulai melaut, badai besar menghantamnya. Masing-masing bagian kapal berusaha menyelamatkan diri dari badai ganas itu. Lalu sang kapten segera mengambil kendali. Dia memerintahkan semua bagian kapal untuk bekerja sama. Di tengah deru angin topan, sayup-sayup sang kapten mendengar kembali suara-suara dari bagian kapal. Kali ini suara mereka seragam, “Aku adalah kapal!”

Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. (Daniel 6:10)

Daniel adalah orang yang berada di negeri asing, dan penguasa berusaha untuk mengubah identitasnya. Akan tetapi Daniel menampakkan identitasnya dengan jelas sebagai orang yang menyembah Allah. Daniel tidak akan “menjual” keyakinannya itu meskipun berada di dalam tekanan yang berat. Dia tetap menyembah Tuhan sebanyak 3 kali dalam sehari dan melakukan ibadah seperti biasanya meskipun ada ancaman terhadap nyawanya.

Kapten di dalam kapal pernikahan kita adalah Tuhan Yesus. Dia memanggil kita untuk menanggalkan identitas lama dan mengenakan identitas yang baru yaitu sebagai suami atau isteri. Bersama pasangan kita, Yesus memerintahkan kita untuk bekerja sama di dalam bahtera pernikahan. Sebagaimana yang telah dilakukan Daniel, hendaknya kita juga mengetahui dan mempertahankan identitas kita sebagai suami atau isteri yang menyembah Allah. Dan bersama dengan sang Kapten, kita akan mampu mengarungi samudera pernikahan yang ganas [purnawan].

SMS from God: Kita adalah pasangan suami-isteri Kristen. Itu adalah identitas kita. Hendaknya kita hidup sesuai dengan identitas kita itu.