Posted on

Saat menjadi relawan Tim GERAKAN KEMANUSIAAN INDONESIA, saya mendapati slogan yang berbunyi, “melayani harus sampai sakit.” Terus terang mula-mula saya bingung memahaminya. Mengapa harus seekstrim itu? Bukankah kita harus cukup istirahat dan mendapat asupan gizi yang cukup supaya bisa tetap giat dalam pelayanan?

Hingga suatu ketika, saya membaca alasan di balik slogan ini. Sang penulis membeberkan alasannya dengan mengutip perkataan bunda Theresa. Selama ini umat kristen lebih banyak mengenal jargon, “memberi dengan sukacita”. Untuk melakukan ini sebenarnya lebih mudah. Umat kristen lebih terdorong untuk mengulangi hal seperti ini tanpa beban, sebab dengan memberi akan mendatangkan sukacita. Ada kepuasaan dan kelegaan sesuai melakukan itu. Pada saat memberi itu, orang Kristen sebenarnya sedang mendapatkan sesuatu, yaitu perasaan senang. Dengan kata lain, dia tidak sedang berkorban, karena dia mendapatkan kepuasan.

Akan tetapi kalau kita belajar dari spiritualitas Yesus, memberi itu menimbulkan rasa sakit. Memberi itu tidak bersifat transaksional, yaitu mengharapkan balasannya. Bahkan hanya berharap ucapan terimakasih saja sebenarnya sudah bersifat transaksional. Namun ketika Yesus memberi, maka dia melakukannya dengan pengorbanan. Dia bahkan telah merelakan nyawa-Nya di kayu salib demi para pendosa. Itu adalah pemberian sampai terasa sakit, bahkan sampai mati.

Meski demikian, prinsip ini berbeda dengan asketisme (suatu ajaran menyiksa raga karena dianggap merintangi roh yang dianggap lebih mulia). Melayani harus sampai sakit menyiratkan sebuah totalitas dalam penyerahan diri. Tanpa mengharap balasan, baik itu dari orang yang menerima kebaikan, maupun dari orang lain. Landasannya adalah kasih.

Hari ini kita berduka untuk berpulangnya bapak Sutopo Purwo Nugroho. Meski didera oleh sakit kanker paru-paru dan sudah menyebar ke seluruh tubuhnya, tapi priyagung Boyolali ini tetap setia mengedukasi kita tentang pengetahuan kebencanaan. Maski raga sudaj ringkih, beliau masih trengginas menangkis kabar-bohong (hoax) yang dapat mengisruhkan suasana. Pak Sutopo sudah mencapai level di atas “memberi sampai sakit.” Bahkan ketika sudah sakit pun, dia tetap memberikan dirinya bagi Indonesia. Totalitasnya sangat menginspirasi bangsa Indonesia. Saya yakin Tuhan sudah menyediakan kemuliaan baginya.