Ada seorang ibu yang menjadi kontraktor. Maksudnya selama bertahun-tahun hanya bisa mengontrak rumah. Dia selalu berdoa jika bisa membeli rumah nanti, dia ingin rumah yang dekat dengan gereja. Dengan begitu, dia bisa mudah melayani Tuhan. Dia memang aktif sebagai Guru Sekolah Minggu. Sampai sekarang pun masih mengajar walau usianya tidak muda lagi.
Suatu hari, dia mendapat informasi ada rumah yang dijual. Tidak hanya di dekat gereja, lokasi rumahnya tepat di depan gereja. Mungkinkah ini jawaban doanya?
Hmmmm…ternyata pemilik rumah menawarkan seharga 300 juta rupiah.
Wah, harganya tidak terjangkau oleh uang tabungannya.
Dia menawar setengahnya tetapi tidak diberikan oleh pemiliknya.
Apa boleh buat. Mungkin dia masih harus lebih tekun berdoa lagi. Demikian pikir sang ibu.
Dia memutuskan untuk sekali lagi memperpanjang kontrakan rumah sembari tekun berdoa.
Beberapa waktu kemudian, pemilik rumah menemuinya lagi. Dia setuju dengan penawaran ibu tersebut. Sayangnya uang tabungannya terlanjur dipakai untuk membayar kontrakan rumah.
“Uang tabungan saya hanya tersisa Rp. 75 juta saja. Kalau mau harga segitu, maka saya akan membayarkannya,” kata ibu itu.
Pemilik rumah minta waktu untuk berpikir. Sang ibu itu juga tidak berharap banyak. Dari pemasangan harga 300 juta, lalu ditawar hingga 75 juta itu rasanya mustahil terjadi.
Cerita itu saya dapatkan dari seorang Guru Sekolah Minggu saat saya melayani penyampaian cerita kepada anak-anak di GKI Ambarawa, Minggu 23 Oktober 2022. Ibadah ini bukan Sekolah Minggu melainkan ibadah umum yang dihadiri oleh orang dewasa namun ada penyesuaian liturgi supaya pas bagi anak-anak. Saya mendapat tugas untuk menyampaikan cerita saat Yesus memanggil Filipus dan Natanel sebagai murid-Nya.

Cerita tentang doa GSM itu saya dapatkan ketika melayani di sini. Eh, iya. Bagaimana kelanjutan kisah tadi. Ternyata happy ending. Tanpa diduga, pemilik rumah setuju dengan penawaran harga yang hanya seperempat dari permintaan awal. Luar biasa, bukan?
Tuhan menjawab doa ibu tadi. Tidak hanya bisa punya rumah, tapi Tuhan memberinya rumah tepat di depan gereja dengan harga yang yang ajaib. Sebagai ungkapan syukurnya, selain masih aktif melayani di gereja, ibu ini juga merelakan rumahnya untuk dititipi barang-barang milik gereja seperti properti untuk ibadah.
Keajaiban tentang rumah ini lalu mengingatkan pada gereja saya sendiri yaitu gereja jago di Klaten. Seiring dengan berjalannya waktu, gereja membutuhkan ruang-ruang baru untuk menampung berbagai aktivitas yang semakin meningkat. Komisi Anak juga merindukan bisa memiliki kelas sekolah minggu yang layak pakai. Selama ini ruang kelas sekolah minggu terpencar-pencar. Ada yang meminjam di sekolah Krista Gracia yang berjarak sekitar 1 km dari gereja, ada pula yang meminjam ruangan di rumah pastori, dan bahkan di garasi mobil.
Di belakang gereja sebenarnya sudah ada gedung pertemuan serbaguna yang bergandengan dengan rumah pastori. Sayangnya kedua bangunan itu tidak dapat disatukan dengan gereja karena dipisahkan oleh sebuah rumah milik perseorangan. Beberapa tahun sebelumnya, gereja sudah mengadakan pendekatan dengan pemilik rumah supaya bersedia menjual rumahnya. Namun pemilik rumah menolak dengan halus.
“Meskipun saya beragama lain, tetapi saya masih ingin mendengarkan lagu-lagu gereja yang terdengar dari rumah saya ini,” katanya.
Karena tdak dapat menyatukan dua bangunan dengan gedung gereja, maka gereja memutuskan untuk merenovasi gedung gereja dan rumah pastori dengan membuat bangunan tiga lantai. Rancangan bangunan sudah digambar. Anggaran sudah dihitung. Bahkan pada ibadah ulangtahun ke-51 gereja sudah dilakukan peletakkan batu pertama.
Sayangnya setelah itu terjadi masa pandemi sehingga batu pertama yang sudah diletakkan itu tidak dilanjutkan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan seterusnya sampai selasai.
Rupanya ini rancangan Tuhan.
“Kalian jangan buru-buru membangun dulu. Ada kejutan buat kalian.” Kira-kira begitulah kata Tuhan.
Apa itu kejutannya?
Tanpa angin, tanpa hujan, pemilik rumah itu menawarkan rumahnya kepada gereja. Padahal beberapa tahun sebelumnya, dia menolak menjual rumah itu.
Dia memang tidak berencana menjual rumah itu. Dia bersedia menyerahkan rumah itu asalkan dibuatkan rumah di tempat lain. Tanpa berpikir lama, gereja menyetujuinya. Gereja membangunkan rumah baru yang jaraknya hanya sekitar 500 meter dari rumah lama.
Ajaib bukan?
Dengan penyerahan gereja itu maka ada 3 bangunan yang sudah bisa menyambung menjadi satu dengan bangunan gereja. Saat ini kami sedang mengumpulkan dana untuk pendirian bangunan tersebut. Dengan demikian, aktivitas di gereja dapat ditampung dalam bangunan baru tersebut. Namun nantinya bukan hanya jemaat GKI Klaten saja yang akan mendapatkan manfaatnya karena warga sekitar dan umum juga akan menikmatinya. Apa saja itu? Tunggu saja setelah bangunan itu selesai. Doakan ya.
RencanaNya selalu Indah ???