Posted on

 

Ketika gempa dan tsunami menghantam Jepang, Hideaki Akaiwa (43 thn) sedang bekerja. Satu-satunya yang ada di pikirannya adalah menyelamatkan istri (20 thn) dan ibunya. Akaiwa tidak mau menunggu kedatangan tim penyelamat. Dia segera menyambar baju dan perlengkapan menyelam.

Akaiwa berenang sekuat tenaga melawan arus air laut untuk mencapai rumahnya. “Airnya dingin, gelap dan menakutkan,” kenang Akaiwa, ‘saya berenang di antara puing-puing.” Dia berhasil menyelamatkan istrinya.

Berikutnya dia mencari kabar ibunya. Berhari-hari dia mengecek setiap tempat pengungsian. Tapi hasilnya nihil. Suatu hari, tetangganya mengaku melihat ibu Akaiwa mengungsi di sebuah rumah. Akaiwa merenangi air sedalam leher manusia. Dia berhasil menemukan ibunya yang terjebak di lantai 2 sebuah rumah. Kondisinya panik karena selama 4 hari belum mendapat bantuan.

Setelah memastikan keluarganya selamat, Akaiwa tidak berhenti. Dia kembali terjun ke lokasi bencana untuk menyelamatkan orang-orang yang kalis dari musibah.

“Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” (Yohanes 19:27)

Jepang adalah negara yang maju dan modern. Meski begitu, mereka tetap memegang teguh nilai-nilai dalam keluarga. Yesus juga menghargai keluarga. Itu sebabnya, sebelum wafat, Dia masih memikirkan ibu-Nya. Dia ingin memastikan bahwa ibunya tetap berada di dalam keluarga. Seberapa besar arti keluarga Anda? [Purnawan]

SMS from God: Keluarga seharusnya menjadi tempat paling hangat dan benteng paling kokoh bagi anggotanya.