Posted on

Ratna Sarumpaet menjadi sorotan publik setelah beredar video viral berisi protes darinya saat Dishub DKI menderek mobilnya yang parkir di bahu jalan.
Dalam video itu Ratna protes kepada petugas sambil mengatakan bakal menelepon Anies terkait tindakan Dishub tersebut.

Salah parkir yang berakibat penderekan secara paksa sebenarnya hanya tindak pidana ringan. Dendanya tidak terlalu besar bagi orang yang mampu beli mobil. Seandainya pun pemilik mobil merasa tidak bersalah, dia bisa mengajukan keberatan saat sidang tipiring. Atau bisa juga melaporkannya kepada Lembaga Ombudsman Daerah.
Akan tetapi dari melihat tindakan yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet kita dapat melihat berapa besar nilai sebuah integritas di mata Ratna Sarumpaet. Dengan pongah, di hadapan petugas, dia menunjukkan kekuasaan atau lebih tepatnya kekuatan pengaruh yang dia miliki. Merasa punya kedekatan dengan elit pemerintahan DKI, dia memanfaatkan pengaruhnya itu supaya aparat melanggar peraturan, yaitu membuatnya agar Ratna berada di luar jangkauan hukum. Harga Integritas bagi Ratna Sarumpaet lebih murah daripada denda tipiring. Seandainya dia merasa pada posisi benar, seharusnya dia mengikuti prosedurnya, bukannya malah menyuruh pemerintah melanggar peraturan.
Celakanya, orang yang ditelepon Ratna (entah itu Anies atau stafnya), justru meluluskan tuntutan Ratna itu, yang sebenarnya hal itu membuatnya telah melanggar sumpah jabatan. Yakni menggunakan kekuasaannya untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain.
Tindakan ini justru menjadi preseden buruk bagi reputasi pemprov DKI. Dengan mengantarkan mobil Ratna dan meminta maaf, sebenarnya pemerintah DKI sedang mengencingi kewibawaannya diri sendiri.
Shame on U