Posted on
Ilustrasi

 

Seorang polisi mendatangi sebuah peternakan sapi yang memiliki padang penggembalaan.

“Saya harus memeriksa sapi-sapi Anda karena dicurigai sapi-sapi itu diimpor secara ilegal,” kata polisi.

“Silakan pak, tapi harap jangan masuk padang di sebelah sana,” kata peternak.

Polisi menunjukkan lencananya. “Dengan lencana ini, saya boleh masuk ke mana saja. Tidak boleh ada yang melarang saya,” ujarnya dengan nada sombong.

“Baiklah. Silakan kalau bapak mau pergi ke sana,” sahut peternak.

Tak lama kemudian, terdengar jeritan ketakutan. Sang polisi lari terbirit-birit dikejar sapi jantan.

“Pak polisi, tunjukkan lencanamu pada sapi itu!” teriak peternak itu sambil nyengir.

Ketika seseorang mendapatkan kekuasaan, godaan terbesarnya adalah menjadi sombong. Dia merasa memiliki keunggulan dibandingkan orang lain. Lalu ada kecenderungan untuk meremehkan pendapat dari orang lain.

Dalam khazanah kebijaksanaan Jawa, kita mengenal ada 3 godaan sifat buruk yang mengintai di balik kekuasaan,  yaitu “Adigang, Adigung, dan Adiguna.”

Adigang adalah sifat yang mengandalkan dan menyombongkan kekuatan badan dan fisik. Ketika masih muda, kita memiliki badan yang masih sehat, bugar dan bertenaga. Hal ini kadang memikat kita untuk memiliki sifat Percaya Diri yang berlebaihan. Nekad dalam menantang bahaya tanpa perhitungan matang. Padahal berapa lama sih kita akan menikmati masa-masa puncak itu? Memasuki umur 30 tahun, kondisi tubuh kita akan mengalami degenerasi. Kemerosotan kesehatan adalah sebuah keniscayaan.

Sedangkan adigung adalah sifat yang meninggikan pangkat atau status sosial. Pada zaman dulu, keturunan darah biru akan menikmata keistimewaan sebagai kaum bangsawan. Pada zaman now, demokrasi memungkinkan orang biasa untuk menikmati kekuasaan. Alih-alih menganggapnya sebagai amanat, kadang pemegang mandat kekuasaan itu justru menyalahgunakannya.

Ada juga orang yangmenikmati status sosial setelah bekerja keras hingga mencapai kesuksesan. Ketika mereka menikmati kenaikan kelas ini, ada godaan untuk memamerkan gaya hidup yang mewah. Hidupnya menjadi konsumtif. Dia tidak memakai kelebihan hartanya itu untuk menolong orang yang sedang kekurangan.

Terakhir, adiguna adalah sifat yang mengutamakan kepandaian dan akal. Ketika kita merasa lebih cerdas daripada rata-rata orang, kita cenderung meremehkan pendapat orang lain. Kita merasa benar sendiri. Bahkan dengan mudahnya menyetempel orang lain sebagai “dungu”, “goblok”, “pandir” dan sebagainya.

***

Kesombongan dapat menghalangi kita untuk mengakui kelemahan. Kadang karena menjaga gengsi, kita menolak mengakui kelemahan dan menolak bantuan. Hal ini yang menghambat kita untuk menerima berkat Tuhan.

Kita perlu belajar dari  raja Daud. Sebagai raja Israel, dia pun tidak luput dari kesalahan. Secara naluriah,  mula-mula dia menolak mengakui kelemahannya sendiri. Daud semula ingin menyembunyikan aibnya itu. Dia akan membawa rahasia itu ke dalam kuburnya. Tetapi sebagai akibatnya, dia merasakan penderitaan yang berat:“Sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas” ( Mazmur 32:4).

Ketika kita diliputi oleh kesombongan kita,maka kita menjadi buta terhadap kelemahan kita. Diam-diam kita merasakan penderitaan, namun gengsi menghalangi kita untuk mengakuinya. Padahal di sini kunci solusinya. Ketika Daud mengakui dosa-dosanya, maka dia mengalami pemulihan. Allah mengampuni Daud. “Selama aku tidak mengakui dosaku, aku merana karena mengaduh sepanjang hari.” (Mazmur 32:3 BIS).

Itu sebabnya, Daud segera menyarankan kepada orang lain senyampang masih ada kesempatan. Pintu anugerah dari Tuhan tidak selamanya terbuka [Purnawan]

Tak usah malu. Akuilah kelemahanmu supaya alami pemulihan Tuhan.