Posted on

Seorang perempuan muda, sebut saja namanya Ana, ingin menyebarkan Injil di pulau Kalimantan pada dekade lalu. Tapi ternyata menemui banyak hambatan. Mulai dari hambatan natural hingga supranatural.

Awalnya dia mengalami peristiwa yang aneh-aneh. “Waktu itu, saya sedang berada di toilet. Tiba-tiba saja, sikat gigi dan pasta gigi seperti melompat sendiri dari tempatnya, lalu masuk ke dalam lobang toilet,” jelasnya.

Saat itu pulau Kalimantan masih berupa hutan yang lebat. Jalan darat untuk kendaraan masih terbatas. Kebanyakan masih berupa tanah yang berlumpur. Ana memutuskan untuk berangkat dengan jalan darat tapi malam sebelumnya hujan turun lebat. Kendaraan terjebak di dalam lumpur. Tidak bisa bergerak sama sekali.

Ana lalu memutuskan menghubungi gereja terdekat untuk meminta bantuan. Lucunya, begitu tahu ada perempuan muda akan masuk ke pedalaman, istri-istri pendeta setempat meminta izin untuk ikut rombongan. Para pendeta yang tahu tujuan kepergian Ana berusaha mencegah karena dinilai sangat berbahaya.

Akan tetapi Ana punya pikiran lain. Sejak awal dia sudah mengalami banyak hambatan. “Tampaknya ada kuasa roh yang berusaha sekuat tenaga mencegah Kabar Baik masuk ke sana. Itu artinya, aku harus ke sana,” kata Ana dalam hati.

Ana lalu berdoa.

Usai berdoa, Ana berkata kepada Robert, temannya. “Robert, besok pukul 7 pagi, pergilah ke tepi sungai. Saya tidak tahu apa yang bakal terjadi, tapi pergi saja ke sungai,” kata Ana.

Paginya, tanpa tahu harus melakukan apa saja selanjutnya, Robert sudah nongkrong di tepi sungai.

Tak berapa lama, muncul dua ketinting yang akan berangkat ke hulu. Tepat ke arah yang dituju rombongan Ana. Ketinting adalah sampan panjang bermotor yang menjadi alat transportasi di sungai.

Pemilik ketinting adalah anak kepala suku di hulu. Robert meminta izin untuk menumpang. Ternyata diizinkan. Maka Robert segera berlari ke darat untuk menjemput Ana dan rombongan ibu-ibu.

Mereka harus segera berangkat karena permukaan air sungai sedang pas. Inilah kondisi angkutan sungai di Kalimantan. “Permukaan air sungai tidak boleh terlalu rendah karena perahu bisa kandas atau pecah terantuk batu. Tapi juga tidak boleh terlalu tinggi karena di sepanjang sungai ada banyak pepohonan yang rebah ke sungai. Kalau permukaan terlalu tinggi maka bisa tersangkut pepohonan,” jelas Ana.

Itu sebabnya, senyampang permukaan sungai sedang baik, mereka bergegas melaju dengan dua ketinting. Ana naik ketinting kedua.

Namun rupanya ketinting pertama melaju terlalu kencang sehingga ketinting kedua tertinggal jauh di belakang. Ketika sungai terbelah menjadi dua, ketinting belakang tidak tahu arah yang diambil oleh ketinting pertama. Sejenak mereka bingung harus memilih mana: Kanan atau kiri?

Dalam kebingungan itu, Ana mengajak teman-temannya berdoa. Saat membuka mata, pada salah satu cabang sungai, mereka melihat ada topi perempuan yang hanyut. “Itu adalah jawaban doa kami. Kami jadi tahu arah yang harus diambil,” kata Ana. Ternyata topi itu milik salah seorang ibu yang menumpangi ketinting di depan. Topi itu terlepas dan hanyut di sungai.

Sesampainya di tujuan, rombongan Ana diterima dengan baik oleh warga lokal.