Posted on

Saat kami sedang antre check in, tiba-tiba terdengar panggilan boarding untuk penumpang ke Balikpapan. Itu adalah pesawat kami .Padahal di depan kami masih ada 5 orang yang mengantri. Untunglah, petugas berteriak, “Balikpapan, Balikpapan”Saya segera melambaikan tangan meminta prioritas sehingga dapat melompati antrian di depan. Begitu mendapat boarding pass, kami bergegas menuju pesawat.Bersama dengan tim Footprints, kami berangkat dari Yogyakarya ke Kutai Barat pada hari Minggu, 16 Juni 2019. Selain saya, tim Footprints terdiri dari Pelangi Kurnia Putri, Agustina Wijayanti, dan Lily Wahyudi.Rencananya, kami akan mengisi Seminar Pelayanan Anak selama dua hari, yaitu tanggal 17-18 Juni di Taman Budaya Sendawar. Ditargetkan akan ada sekitar 200 guru sekolah Minggu, hamba Tuhan, guru sekolah, aktuvis pelayan anak dan orangtua yang akan mengikuti seminar ini. Pada hari terakhir, tim Footptints akan memimpin KKR untuk anak di tempat yang sama. Diharapkan ada lebih dari 300 anak yang akan hadir.Dari Yogyakarta, kami transit lebih dulu di Balikpapan, lalu berganti maskapai dengan Xpress Air ke Melak, Kutai Barat. Yang menjadi masalah adalah selisih waktu kedatangan Lion di Balikpapan dengan jam keberangkatan Xpress hanya berjarak dua jam. Itu yang sempat membuat kami khawatir sebab jika Lion kumat delay-nya maka kami bisa ketinggalan Xpress Air. Itu sebabnya, kami membuat rencana cadangan. Jika ketinggalan pesawat, maka kami akan menempu perjalanan darat dari Balikpapan ke Melak selama 11 jam. Jika itu terjadi maka apa boleh buat karena besoknya kami sudah ditunggu peserta. The show must go on.Di tengah kegundahan itu, saya mendapat SMS dari Xpress Air bahwa jam keberangkatan diundur satu jam. Syukurlah. Mungkin ini satu-satunya delay yang kami syukuri sebab itu artinya kami tidak perlu takut ketinggalan pesawat.Lion Air mendarat di Sepinggan. Bandaranya sangat besar. Kami segera ambil bagasi di lantai dasar. Setelah itu check in di lantai atasnya.Karena kami bisa datang lebih awal, oleh pihak Xpress Air kami ditawari apakah bersedia jika penerbangannya diajukan. Seharusnya kami berangkat pukul 13, tapi kalau mau, kami bisa diikutkan pada pesawat pukul 11. Tentu saja kami mau. Secara kebetulan pada pesawat yang sama kami bersama-sama dengan bu Anna dari Jakarta. Beliau adalah pihak yang “punya gawe” di acara ini. Sebenarnya bu Anna sudah sampai di Balikpapan kemarin. Tapi karena alasan cuaca buruk, pesawatnya dibatalkan sehingga harus menginap semalam di Balikpapan.Tapi ternyata kami tidak bisa berangkat tepat waktu karena petugas darat harus mengganti roda depan pesawat. Setelah tertunda 1,5 jam akhirnya kami dipanggil naik pesawat ATR dengan kapasitas 42 orang.Penerbangan dari Balikpapan ke Melak hanya ditempuh selama 30 menit. Tepat pukul 13 WITA, kami sudah mendarat. Pak Robert dan pak Nehemia menjemput kami. Ternyata pak Nehemia ini juga berasal dari Jogja. Eaaalah…jauh-jauh datang dari Jogja ke Kalimantan, ketemu wong Jogja. Yang membuat lebih takjub, Nehemia ini adalah teman dekat mas Arie Saptaji, salah satu pengurus Footprints juga tapi tidak ikut dalam perjalanan kali ini.Dari bandara, kami singgah sejenak di Gereja Gerakan Pentakosta yang digembalakan oleh pdt. Bayao. Di sana kami disuguhi bubur kacang hijau yang dicampur dengan sarang burung walet. Minuman ini dipercaya sebagai pemulih stamina.Tujuan berikutnya adalah meninjau lokasi seminar Taman Budaya Sendawar. Lokasinya sangat luas. Di sini enam rumah lamin yaitu rumah adat Kalimantan. Setiap lamin melambangkan suku yang ada di Kutai Barat. Setiap bangunan dibuat dari kayu ulin yang menjadi salah satu kayu paling keras di duniaSetelah beristirahat sejenak di penginapan, malamnya kami makan di Warung Wong Solo. Jauh-jauh pergi ke Kalimantan, eh makannya dari Solo juga. Dasar lidah ndeso. Tuman!