Posted on

Suatu hari, Kyria (8 tahun), anak bungsuku berkata, “Tahu nggak pa, kenapa aku tidak mau jadi pendeta?”

“Kenapa?” Tanyaku penasaran.

“Karena pekerjaan pendeta itu sangat banyak. Aku mau jadi fotografer saja,” jawabnya.

Itu adalah pernyataan polos dan spontan dari anak pendeta. Dia bisa berkata begitu berdasarkan hasil pengamatannya sehari-hari.

Meski yang menjalankan tugas dari gereja adalah pendeta akan tetapi pasangannya juga tidak kalah sibuknya. Isteri atau suami pendeta kadang menjadi pendeta “bayangan” karena seringkali juga terlibat dalam pelayanan. Selain tugas pelayanan, pasangan pendeta juga masih menjalankan perannya sesuai pekerjaannya. Entah itu sebagai pekerja profesional, pengusaha, atau pun bekerja di sektor domestik. Itu sebabnya, bebannya juga tidak ringan.

Untuk pendeta, gereja sudah memberikan berbagai perangkat supaya pendeta dapat refreshing misalnya mendapat hak cuti. Bahkan setelah melayani selama 10 tahun, pendeta tersebut berhak melakukan Sabatical Leave yaitu cuti besar. Selain itu disediakan berbagai forum untuk upgrade pengetahuan misalnya konven dan seminar.

Sementara itu belum banyak fasilitas yang diberikan oleh gereja kepada pasangannya. Di satu sisi, para pasangan pendeta punya kewajiban moral untuk terlibat dalam pelayanan, namun di sisi lain belum banyak gereja yang memikirkan kesejahteraan pasangan pendeta.

Pasangan pendeta di GKI sinwil Jawa Tengah lebih beruntung karena memiliki forum Perista yang semula bernama Pertemuan Isteri Pendeta. Pertemuan 2 tahunan ini sudah berlangsung sebanyak 23 kali. Dengan demikian, usianya sudah sekitar 46 tahun.

Pada Perista ke-23 ini untuk pertama kalinya para suami pendeta bergabung menjadi peserta sehingga namanya diubah menjadi Persatuan Isteri dan Suami Pendeta. Sebelumnya, pada Perista ke-23 di Sentul, para suami pendeta datang sebagai tamu undangan.

Adalah Klasis Semarang Barat dan Semarang Timur yang menjadi penyelenggara Perista ke-23, pada 9-11 Juli 2019. Mengambil tempat di Hotel Susan Spa di Bandungan yang sejuk, para peserta mendapatkan penyegaran kembali melalui sessi yang dibawakan secara duet oleh pasangan Christian dan Anne Kartawijaya dari Yayasan Eunike.

Pada Perista kali ini pasangan suami-istri yang keduanya menjadi pendeta diundang sebagai tamu. Pada rapat pleno diputuskan bahwa pasutri pendeta diterima menjadi peserta penuh pada Perista yang akan datang. Penyelenggara Perista pada tahun 2021 adalah klasis Purwokerto dan klasis Magelang.

Selain acara yang serius, panitia tak lupa menyelipkan acara yang santai. Peserta diajak untuk mencicipi tempat wisata baru di “Dusun Semilir.” Pada hari terakhir, sebagian peserta berselfie di Lawang Sewu, Semarang. Pada malam kedua, panitia juga merancang acara santai bertajuk angkringan. Peserta menikmati secangkir ronde hangat sembari mendengarkan lantunan spontan dari peserta yang bertalenta menyanyi.

Syukur pada Allah, Perista ke-23 dapat berlangsung dengan lancar dan ditutup pada ibadah singkat di “Warun Bandeng Juwana.” Pada ibadah ini, bapak Daniel Nugroho memberikan kesaksian penyertaan Tuhan saat merintis usahanya berjualan bandeng.

Anggota jemaat GKI Peterongan ini dijuluki “dokter bandeng” karena selain jadi pengusaha, dia juga menjadi dokter.
Dia memulai usaha dengan berjualan di emperan toko. Hari pertama terjual 3 ekor.
Meski sukses, namun dia tidak pernah merahasiakan resep bumbu bandengnya. Siapa pun yang ingin belajar akan diajari dengan senang hati