Posted on

“Suatu hari, ketika duduk di pinggir sungai, saya mengambil sebongkah batu dari dasar sungai dan memecahnya. Ternyata bagian dalam batu itu tetap kering meskipun ia sudah terendam air selama berabad-abad.  Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Barat.  Selama berabad-abad mereka telah dilingkupi oleh kekristenan; mereka terendam di dalam air manfaat kekristenan. Meski begitu, air tersebut tidak merembes dalam hati mereka; mereka tidak menyukai kekristenan. Persoalannya tidak terletak di dalam kekristenan, tapi di dalam hati manusia yang telah dikeraskan oleh materialisme dan intelektualisme.”

Pendapat ini ditulis oleh misionaris dari India, Sadhu Sundar Singh, lebih dari 70 tahun yang lalu.  Pengamatannya semakin tampak jelas sampai saat ini.  Gereja-gereja di dunia Barat banyak yang ditinggalkan oleh jemaatnya.  Seorang wanita Indonesia yang bersuamikan orang Norwegia menuliskan kesulitannya untuk beribadah di gereja.

Mungkinkah hal ini penggenapan dari nubuatan Tuhan? “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Mat.19:30).  Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika berhutang budi pada misionaris bangsa Eropa. Berkat  keberanian dan kerelaan mereka menempuh bahaya, kita boleh mendengar kabar baik. Saat ini, kondisinya justru berbalik.  Kekristenan di Asia dan Afrika sedang bergairah, sementara di Eropa mengalami kelesuan.

“Berbahagialah orang yang senantiasa takut akan TUHAN, tetapi orang yang mengeraskan hatinya akan jatuh ke dalam malapetaka.” (Amsal 28:14)

Situasi ini mungkin terjadi juga dalam keluarga. Kerohanian orangtua justru ‘kalah’ dari kerohanian anak-anak. Jangan sampai ini terjadi. [purnawan]

SMS from God: Satu-satunya cara agar api rohani tetap menyala adalah dengan senantiasa menyerap dari bahan bakar sorgawi