Posted on

Seorang polisi Jepang yang merupakan imigran Vietnam menulis surat kepada temannya di kampung halaman. Dia bertugas di Fukushima saat terjadi gempa. Surat ini dimuat di New America Media. Dia menceritakan kerasnya kehidupan paska gempa. “Kami hidup tanpa air dan listrik, dan ransum makanan mendekati nol,” tulisnya.

Suatu hari, dia ditugasi mengawal pembagian makanan di sebuah tempat pengungsian. Antreannya sangat panjang. “Aku melihat seorang anak kecil sekitar 9 tahun. Dia hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek dalam suhu yang sangat dingin. Dia berdiri di akhir antrean. Aku khawatir bahwa pada saat gilirannya tiba tidak ada makanan yang tersisa.” Anak ini yatim piatu. Ayah, ibu dan adiknya tersapu tsunami.

Terdorong oleh belas kasihan, polisi melepas jaketnya dan mengenakannya pada anak ini. Dia juga menyerahkan ransum makanan kepada anak ini. Alih-alih segera menyantapnya, anak ini justru meletakkan pemberian itu di tumpukan makanan yang akan dibagikan. “Aku lihat banyak orang yang lebih lapar dari aku Jika aku menaruhnya di sana, maka mereka akan membagikan makanan secara merata, ” kata anak kecil itu.

“Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” (Yohanes 6:9)

Kerelaan berbagi juga ditunjukkan oleh seorang anak ketika ada lebih dari 5 ribu orang yang kelaparan. Sikap yang rela berbagi ini tidak muncul begitu saja. Pasti keluarganya telah mendidik dan membiasakan sikap yang mulia ini. Bagaimana dengan keluarga Anda? [purnawan].

 

SMS from God: Semua berkat yang kita dapatkan merupakan pemberian Allah. Kita wajib membagikan sebagian ke orang lain.