Posted on

Di siang hari yang terik di pantai Dreamland Bali, kami memilih berteduh di bawah ceruk batu sambil menyaksikan aktivitas para pelancong. Ada yang yang asyik berselancar karena ombak samudera memang cukup tinggi untuk ditunggangi. Bule-bule berbaring di kursi panjang, Mereka berjemur menggosongkan kulit. Turis Asia lebih senang bermain air.

Tepat di depan kami, sepasang suami-isteri berpose membelakangi pantai. Seorang perempuan sebaya mereka membantu memotret menggunakan handphone. Mereka berdiri di luar zona aman yang ditandai oleh bendera merah dan kuning.

Tiba-tiba ombak besar menggulung, menyapu pantai. Orang-orang yang bermain air tergagap berlarian menyelamatkan diri. Gelombang air juga menghempas kursi-kursi panjang di tepi pantai.

Ketika air surut kembali, tiba-tiba perempuan yang memotret tadi berteriak histeris, Dia menunjuk ke arah lautan. Ada dua kepala timbul tenggelam. Sepasang suami-isteri yang dipotret itu terseret ke laut lepas. Para penjaga pantai dengan sigap menceburkan diri menyelamatkan mereka. Sang isteri dapat segera dibawa ke pantai. Akan tetapi sang suami terseret lebih jauh. Tangannya melambai-lambai meminta pertolongan. Ketika ombak besar menggulungnya, dia hilang dari pandangan. Tetapi dia timbul lagi.

Menit demi menit berlalu. Seorang penjaga pantai berenang sekuat tenaga mengejarnya. Dia harus berenang melawan arus yang sangat kuat. Beberapa kali, dia hampir menjangkau sang sang suami, tapi saat ombak menghempasnya, sang penjaga pantai harus mundur kembali. Kami menyaksikannnya dengan jantung berdebar karena sang suami sepertinya sudah kehabisan tenaga.

Ketika sang penjaga pantai berhasil merenggut tubuhnya, pria malang itu sudah terkulai. Sang penjaga pantai berhasil membawa tubuhnya ke pantai untuk memberikan pertolongan pertama. Setelah diberikan pernapasan buatan, akhirnya pria ini sadar dan dapat bernapas kembali. Meski begitu, dia harus tetap dibawa ke rumah sakit.

***

“Untuk apa sih mereka rela membahayakan nyawanya? Hanya demi sepotong foto yang IG-able dan dapat dipamerkan pada orang lain kan?” Tanyaku pada anak dan isteri.

Apakah nyawa mereka semurah itu? Layakkah mereka mempertaruhkan hidup mereka demi mendapat jempol atau tanda hati dari orang lain?

Saya lalu teringat khotbah minggu lalu. Suatu hari Yesus mengusir setan yang merasuki seseorang di Gerasa. Rupanya setan-setan yang jumlahnya banyak ini mencoba bernegosiasi dengan Yesus. Mereka minta diizinkan masuk ke dalam kawanan babi yang jumlahnya 2 ribu ekor. Entah berapa nilai nominalnya jika kawanan babi itu diuangkan. Tapi yang jelas cukup banyak. Yesus tahu bahwa risikonya sangat besar jika Dia mengabulkan permintaan itu.

Akan tetapi demi nyawa seorang manusia, maka Yesus mengambil risiko untuk dimaki-maki oleh pemilik babi.

Dan memang benar. Ketika babi itu tiba-tiba nyemplung ke laut secara berjamaah, maka pemilik babi mendatangi Yesus dengan murka. Dia mengalami kerugian yang sangat besar.

Akibatnya, Yesus kehilangan peluang untuk mengajar di kota itu karena sudah diusir oleh juragan babi. Itulah harga yang harus dibayar oleh Yesus atas keputusan-Nya itu.

***

Berapa harga nyawa manusia? Tentu saja lebih dari 2 ekor babi. Bahkan harganya tak dapat dinilai dengan apa pun. Tidak ada manusia yang sanggup membayar harga nyawa manusia.

Itu sebabnya Alah mengutus Anak-Nya untuk membayar nyawa manusia dengan lunas. Manusia yang berhutang nyawa kepada-Nya, tidak akan mampu menukarnya dengan apa pun. Karena tidak ada yang dapat membayarnya, maka Yesus memberikannya dengan gratis alias cuma-cuma. Ini yang disebut anugerah. Jadi, karunia keselamatan itu meski diberikan dengan cuma-cuma tapi bukan hal yang murahan. Justru karena kita tidak akan pernah mampu membayarnya, maka kita diberi dengan gratis. Tapi nilainya tak terkira. Jauh lebih besar daripada selembar foto yang IG-able atau 2 ribu babi.