Posted on

Pesan Istri Pilatus (1886–94) karya James Tissot(Brooklyn Museum)

Karya pamungkas dari mbah Wendo. Barabas adalah terpidana yang ketiban ndaru karena kalis dari maut. Waktu itu Pilatus mencari cara elegan untuk membebaskan Yesus karena kesalahan terbukti tidak ada padanya.
Melihat massa yang sudah terlanjur beringas, Pilatus harus berpikir keras. Mereka sebenarnya tidak tahu duduk perkaranya tapi terlanjur menjadi korban hasutan pemimpin agama. Jika pecah amuk massa, maka reputasi Pilatus akan tercemar. Kekaisaran Romawi akan murka. Karir politiknya bisa tamat.
Lalu teringatlah Pilatus pada tradisi lokal. Setiap hari besar keagamaan, gabener memberi grasi kepada penjahat. Dia lalu mengambil Barabas dari buinya. Barabas adalah penjahat kelas kakap yang menunggu hari eksekusi.
Pilatus menunjukkan Yesus dan Barabas kepada massa. Pilatus bertanya kepada mereka, “Aku akan membebaskan seorang tahanan untuk kamu. Siapakah yang kamu inginkan: Barabas atau Yesus yang disebut Kristus?”
Di sini terlihat karakter pengecut Pilatus. Sebenarnya dia punya wewenang untuk langsung membebaskan Yesus tanpa harus memberikan pilihan kepada massa. Tidak ada sistem demokrasi pada saat itu. Jika penguasa membuat keputusan maka orang yang menentang akan berhadapan dengan serdadu Romawi.
Pemimpin agama menghasut orang banyak supaya memilih Barabas untuk dibebaskan. Orang banyak itu memilih Barabas untuk dibebaskan bukan karena menyukai Barabas melainkan karena membenci Yesus.
Pilatus semakin galau. Apalagi setelah itu Claudia Procula, istrinya mengirimkan pesan: “Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.”
Dengan berat hati Pilatus membebaskan Barabas. Lalu bagaimana nasib Yesus? Pilatus cuci tangan.
Karena peristiwa ini nama Pontius Pilatus menjadi abadi karena namanya diucapkan oleh jemaat Kristen seluruh dunia sepanjang abad: “…..[Yesus Kristus] yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus”
Lalu bagaimana kisah Barabas setelah lepas dari cengkeraman maut? Alkitab tidak menuliskannya lagi. Di sinilah tugas pengarang untuk berimajinasi. Dan inilah hasil imajinasi mbah Wendo jelang akhir hayatnya.