Posted on
Sebuah SMS masuk ke dalam handphone saya. Bunyinya:”GKI Ciledug saat sudah dikepung massa dan mau dibakar. Majelis dan Pdtnya masih dlm gereja. Mohon dukung dlm doa. Teruskan SMS ini.” Saya pertama kali menerima SMS ini pada hari Minggu (28/8). Dua hari kemudian, saya menerima informasi yang sama persis. Hal itu membuat saya merenung. Kemungkinan besar, SMS ini sudah beredar di kalangan orang Kristen sehingga menjadi sbuah SMS berantai. Dilandasi oleh semangat solidaritas oleh sesama orang percaya, orang Kristen meneruskan pesan singkat ini kepada orang Kristen lainnya.

Mengamati fenomena ini, saya justru menilai bahwa orang Kristen yang memiliki HP (handphone) masih memiliki daya kritis yang kurang. Ada dua alasan. Pertama, orang Kristen tidak kritis dalam menerima isi informasi itu. Saya bertanya-tanya, apakah orang Kristen yang meneruskan informasi tersebut tidak mempersoalkan dari kata keterangan waktu “saat ini”? Kapankah waktu yang tepat, yang dimaksud dengan hari ini? Tanggal berapa, pukul berapa? Mengapa SMS yang saya terima pada hari Minggu, Senin dan Selasa tetap saja menggunakan kata “saat ini”? Apakah pengepungan terjadi terus-menerus selama tiga hari-tiga malam?

Isteri saya menduga pengepungan itu terjadi pada hari Minggu ketika dilangsungkan atau setidaknya seusai kebaktian Minggu. Hal itu terbersit dari kata “Majelis dan pendata” yang ada di dalam gereja. Dengan demikian, kata “saat ini” diperkitakan terjadi hari Minggu. Namun sesudah itu pasti terjadi perkembangan situasi, Perubahan itu dapat terjadi dalam hitungan jam, bahkan dalam hitungan detik. Dengan demikian, ketika SMS yang dikirim hari Senin masih menggunakan kata “saat ini”, maka SMS tersebut sudah basi dan menyesatkan. Orang yang menerima SMS pada hari Senin akan menganggap pengepungan terjadi pada hari Senin. Demikian juga pada pengiriman harus Selasa. Padahal ketika saya mengkonfirmasi pada hari Senin malam (29/9), pukul 19:30, saya mendapat informasi bahwa kepolisian sudah melakukan langkah antisipasi. Meski begitu, rantai pergerakan SMS ini malah semakin panjang dan belum berujung.

Kedua, hanya sedikit penerima SMS yang menyelidiki sumber informasi. Karena mendapatkan kiriman SMS tersebut dari sesama orang Kristen, maka dia menganggap bahwa informasi tersebut berasal dari sumber informasi yang benar. Akan tetapi, coba kita renungkan sejenak: Betapa mudahnya seseorang menciptakan pesan SMS berantai semacam ini. Dia tinggal merumuskan isi informasi. Setelah itu membeli kartu perdana pra bayar yang tidak mengharuskan melakukan registrasi nama. Setelah itu dia menyebarkan pesan berantai itu kepada beberapa nomor orang Kristen. Maka mata rantai pesan itu mulai bergerak bertambah panjang.

Saya tidak bermaksud mengatakan informasi tentang GKI Ciledug ini sebagai sebuah kebohongan, namun dalam tulisan ini saya ingin mengajak orang Kristen bersikap kritis dalam menanggapi segala macam informasi. Kalangan orang Kristen pernah terkecoh manakala mendengar informasi pimpinan umat beragama yang memiliki “sejuta umat” dipabtis. Mungkin karena memiliki harapan yang sangat besar bahwa informasi itu benar-benar terjadi, maka orang Kristen memercayai rumor itu sebagai sebuah kebenaran dan meneruskannya dengan nada “kemenangan.” Akibatnya, rumor ini menimbulkan gejolak di dalam masyarakat.

Teknologi SMS itu seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, kecanggihan teknologi ini dapat menghantarkan informasi dalam hitungan detik. Kita dapat mengabarkan pesan-pesan darurat dengan cepat dan murah. Meski begitu, kita juga harus menyadari bahwa SMS juga memiliki keterbatasan: (1). Soal akurasi informasi. Karna keterbatasan jumlah huruf/karakter yang dapat dimuat oleh SMS, kita tidak dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dan lengkap. Bahkan kadangkala kita masih harus menuliskan dengan singkatan.
Akibat dari keterbatasan ini adalah terjadinya misperception dan misinterpretation. Apa yang dimaksud oleh pengirim pesan tidak dapat ditangkap oleh penerima pesan secara utuh.

(2). Soal Validitas. Kita tidak dapat menelusuri jejak asal-usul pengirim informasi tentang sejarah perjalanan SMS berantai ini. Kita tidak mengetahui sejak kapan SMS ini beredar dan dibuat oleh siapa. Dalam ilmu komuniasi, pengirim pesan atau komunikatir sangat berperan besar dalam membangun kredibilitas sebuah informasi. Sebuah pesan yang disampaikan oleh orang yang berpengaruh dan dipercaya banyak orang, maka pesan tersebut memiliki kredibilitas informasi yang tinggi. Dalam hal pesan berantai ini, kita tidak dapat mengetahui sumber informasi tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa kredibilitas informasi ini sangat rendah Selain itu, kita juga kesulitan dalam menguji kebenaran informasi. Kecuali jika kita memiliki sekumpulandata yang lengkap, kita tidak dapat mencari kebenaran dari informasi tersebut. Tidak semua orang memiliki akses terhadap orang-orang yang dapat memberi kinformasi atas kebenaran fakta tersebut. Sebagai contoh, tidak semua orang memiliki akses terhadap petinggi di GKI Ciledug untuk menanyakan kebenaran informasio tersebut dan menanyakan perkembangan situasi terkini.

Lalu bagaimana jika mendapat SMS berantai seperti ini? Ini adalah pertanyaan yang dilematis. Kita tidak boleh bersikap skeptis dan mengabaikan SMS itu [siapa tahu isinya memang benar], tapi tidak bijak juga jika menelan
mentah-mentah informasi. Sikap yang terbaik adalah pertama-tama berdoa memohon pimpinan dan hikmat dari Tuhan.  Setelah itu mengkaji dampak apa yang bakal terjadi jika SMS tersebut semakin lama beredar.  Dalam keadaan darurat, ada kemendesakan untuk segera meneruskan pesan itu. Ini pantas untuk diteruskan. Akan tetapi jika kita masih ragu-ragu terhadao kebenaran informasi tersebut, alangkah baiknya jika kita menahan diri dulu sebelum memastikan kebenaran informasi tersebut.

Secara pribadi, saya menempatkan SMS seperti itu sebagai “clue” atau petunjuk awal untuk ditelusuri lebih lanjut. Layaknya sebuah pekerjaan detektif, secuil barang bukti yang ditinggalkan pelaku kejahatan akan menuntun sang detektif itu dalam merangkai kejadian dan mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut.  Demikian pula, jika ada kesempatan dan akses, kita perlu melakukan penelitian yang lebih dalam lagi.

Dari peristiwa ini, setidaknya kita dapat menarik suatu pelajaran yang sangat penting, yaitu perlunya ada sebuah pusat informasi atau “clearing house”. Institusi ini berfungsi sebagai “jujugan” jika ada orang Kristen yang ingin menanyakan kebenaran sebuah fakta. Beberapa waktu yang lalu, pernah terlontar sebuah gagasan untuk membetuk sebuah sistem yang dapat memberikan peringatan dini kepada gereja (Early Warning System). Lembaga ini bertugas untuk menyebarkan peringatan sesegera mungkin kepada gereja-gereja jika ada sesuatu yang dapat “merugikan” gereja. Peristiwa pengepungan, penutupan dan intimidasi dari kelompok fundamentalis termasuk ke dalam kategori sistem peringatan ini. Lembaga ini wajib lebih dulu memastikan kebenaran informasi, setelah itu menyebar-luaskan melalui SMS secara serentak. Setelah itu, lembaga ini bersiap di depan telepon hotline untuk melayani permintaan konfirmasi dari penerima SMS tersebut. Sistem ini sangat
strategis karena dapat memberikan kesempatan kepada gereja untuk segera melakukan langkah antisipasi.

Kita perlumenyadari bahwa informasi merupakan komoditas yang sangat penting dalam perebutan pengaruh. Demi mendapatkan kekuasaan, pihak tertentu akan melakukan strategi disinformasi demi menciptakan situasi ketidak-pastian dan kebingungan di kalangan umat. Target akhirnya adalah terjadi “chaos” yang memungkinkan terjadinya rotasi rezim. Sekarang ini adalah saat yang tepat untuk menumbuhkan kesadarab kritis di antara warga gereja. Menurut rasul Paulus, tugas penyadaran ini ada di pundak “rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar” sehingga umat gereja tidak mudah “diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”.
——————————————————————

Komentar:

From: Okta Wiguna <oktawiguna@….l.com>
SMS GKI Ciledug itu datang pada saya hari Senin (atau selasa, saya : agak lupa) dengan nomor yang saya tidak kenal tapi ada sepenggal  identitas di ujung sms: rm bruno. Entah siap Bruno itu, kenal juga enggak.

Wawan: Kalau SMS yang saya terima, di bagian akhir diberi identitas : “Pdt Anthoni Chang.”

Buat yang tidak mendapat info seperti saya, seperti kata Pak Wawan jangan taken : for granted semua info benar.
Wawan : That’s what exactly I want to say

Nah untuk pertanyaan Pak Donny, ada benarnya. KIta perlu berdoa soal  ini karena tidak ada tanda2 SKB pembangunan gereja akan dicabut. Wawan: Setuju. Tapi setelah berdoa, sebaiknya ada tindakan yang nyata.
Berani nggak para petinggi gereja mengajukan Yudicial Review pada Mahkamah Konstitusi? Kalau cuma berharap “belas kasihan” pemerintah, rasanya hanya menunggu pepesan kosong. Ketidak-adilan harus dilawan!

——————————————————————–

From: Donny Adi Wiguna <wiguna@…..net.id>

Soal keakuratan, memang betul: begitu hari berganti, pesan itu tidak akurat lagi. Tetapi, bukankah berita yang disampaikannya tetap aktual? Ketika saya meneruskan berita itu, kesadaran pada saya adalah untuk menyampaikan esensi berita, bahwa ada orang yang melakukan hal semacam itu di Cileduk. Pertanyaan yang tersirat sebenarnya: apakah Anda berdoa?

Wawan: Saya setuju 115% tentang perlunya berdoa. Namun yang ingin saya tekankan dalam tulisan itu adalah pentingnya daya kritis dalam menanggapi setiap informasi. Coba bayangkan seandainya orang Kristen berdoa pada hari Minggu, kemudian dijawab Tuhan dengan mengirimkan polisi ke sana. Eh, pada hari Senin, orang yang baru saja menerima SMS berdoa hal yang sama kepada Tuhan. Tuhan pun menjadi bingung, “Lho, bukannya doa ini sudah Aku jawab kemarin. Huuu…doamu sudah basi tuh.” Kemudian, SMS itu beredar lagi pada hari Selasa. Karena memakai kata “saat ini” maka orang itu mendoakan hal yang sama pada Tuhan. Tuhan bingung lagi. “Ini bagaimana, sih. Kok ada yang mendoakan ini lagi. Hey, Michael, coba deh kamu ke GKI Ciledug. Periksa apa polisi-polisi itu masih di sana? Kalau tempat itu masih dikepung, tegur tuh para polisi di sana supaya tidak hanya mengurusi pelanggaran lalu-lintas doang.”

Sementara itu di bumi, sebagian besar orang Kristen kebingungan menghadapi kesimpangsiuran informasi ini. Di Klaten, sampai ada isu ada pendeta yang digebuki oleh massa di dekat alun-alun, gara-gara SMS dari GKI Ciledug ini. Rupanya ada yang kreatif mengembangkan informasi ini sehingga bermetamorfose menjadi pesan yang lain.

Intinya, saya ingin mengajak orang Kristen supaya waspada terhadap upaya disinformasi [sssttttt jangan bilang siapa-siapa ya…..cara seperti ini sudah lama dipraktikkan oleh pihak-pihak yang sekarang ini kehilangan kekuasaan]

Salam Hangat

Baca Tulisan lainnya di blog Purnawan Kristanto [http://purnawan-kristanto.blogspot.com
]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *