Posted on

Senin, 17 Maret 2008
Semalam, saya dan isteri menghadiri pesta pernikahan salah satu anggota jemaat di Diamond Covention Hall, Solo. Sebenarnya, kami tidak ada niat pergi ke sana, sebab dik Anggie harus memimpin ibadah sampai pukul enam sore. Padahal acaranya dimulai pukul tujuh malam. Namun mempelai pria jauh-jauh hari telah berkali-kali berpesan: “Datang ke pesta pernikahan kami, ya. Terlambat tidak apa-apa. Pokoknya kami tunggu, sampai jam berapa pun.” Ya sudah, akhirnya kami pinjam mobil gereja. Sampai di sana, pukul setengah delapan, acara sudah dimulai.
Pesta ini bernauansa kebudayaan Tionghoa. Menggunakan cara Peng Cu. Setiap tamu diatur duduk melingkar meja bundar. Setiap meja terdiri dari delapan kursi. Karena datang terlambat, kami mendapat tempat duduk di belakang. Kami cukup nyaman karena tidak menjadi pusat perhatian. Acara pernikahan berlangsung meriah dan megah. Masakan yang dihidangkan cukup ekslusif. Sayangnya, ada satu jenis makanan yang “haram” bagi saya, yaitu udang, karena saya alergi binatang ini. Terpaksa deh saya hanya bisa menyaksikan isteri saya menyantap udang. Hidangan penutupnya adalah es krim, yang dibungkus menggunakan alumunium foil. Saya langsung teringat anak di rumah. Dengan menempuh risiko malu, saya ambil dua potong es krim berbentuk balok, saya bungkus pakai tisu, setelah seeetttt….masuk kantong celana. He..he…he…demi anak, malu pun nggak apa-apa.
Keesokan harinya, ternyata santapan udang ini berbuntut panjang. Karena isteri saya masih menyusui Kirana, anak kami, ternyata ASI-nya juga mengandung protein udang. Tubuh Kirana muncul bintik-bintik merah akibat alergi udang, yang berasal dari ASI mamanya.
Pagi tadi saya menyelesaikan laporan pelaksanaan program pemutaran film boneka untuk IDEP. Namun pekerjaan tidak segera selesai karena harus disambi momong Kirana. Mamanya ngantor di gereja, sementara pembantu rumah tangga sibuk membersihkan rumah. Akhirnya, saya yang ketiban sampur mengasuh anak.
Ketika akan ngeprint, saya baru ingat bahwa kertas HVS habis. Saya keluar sebentar membeli kertas satu rim. Lumayan mendapat diskon 15 %. Mumpun ada di luar rumah, sekalian saja saya potong rambut yang sudah agak gondrong. Tiga Minggu lalu, Agus Permadi menggoda saya, “Sudah memasuki perayaan Paskah. Potong tuh rambutmu.”
“Memangnya kenapa?” tanya saya.
“Kalau gondrog, nanti kami dikira Yesus dan disalib” katanya sambil tertawa.
Usai potong rambut, saya ngeprint laporan dan mengeposkan ke kantor pos. Setelah itu istirahat sebentar. Sorenya, ada janjian dengan Guru-guru Sekolah Minggu untuk menengok salah satu Guru Sekolah Minggu yang baru saja melahirkan. Janjian pukul enam sore, tapi molor sampai setengah jam. Kebiasaan ini yang tidak saya sukai pada GSM di GKI Klaten. Mereka selalu datang terlambat. Paling tidak 15 menit sesudah jam yang disepakati.
Pulang dari ‘njagong’ bayi, kami sekalian mampir di warung mbak Cindhil untuk memesan makan malam. Hari ini, tidak memasak di rumah.
Sampai di rumah, Kirana sebenarnya sudah ngantuk. Tapi agak rewel. Nangisnya kenceng banget. Itu biasanya karena keinginannya tidak segera dipenuhi. Dia pingin menyusu, tapi Mamanya tidak segare tanggap. Akhirnya dia ngambek.

Baca Tulisan lainnya di blog Purnawan Kristanto [http://purnawan-kristanto.blogspot.com
]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *